Perjalanan " Sakaratul Maut " menuju Puncak Lawu
Assalamualaikum Wr.Wb.
Memang tidak semua orang menyukai mendaki tapi berawal dari sebuah keinginan untuk bisa menaklukan sesuatu yang dianggap kebanyakan orang sulit untuk ditaklukan. Kami berempat, Aku (Ghoffar), Bagas (teman SMP), Aldi (teman kuliahku asal Surabaya) dan Daru (teman SMP) mencoba mengubah paradigma tersebut. Tujuan kami adalah menaklukan Gunung Lawu dan menikmati indahnya sunrise di puncak (tanpa Nge-Camp) setinggi 3245 mdpl. Meskipun tidak menggunakan peralatan yang lengkap seperti pendaki-pendaki lain tapi hanya dengan modal nekat dan doa yang selalu terlantun sudah cukup menjadi penguat hati kami.Berikut cerita perjalanan kami :
Rabu, 26 Juni 2013
18.00
Berangkat dari Rumahku menggunakan dua sepeda motor matic, membelah dinginnya jalanan Karanganyar dengan kecepatan sekitar 70-80 km/jam menuju pos pendakian Cemoro Sewu di ketinggian sekitar 1700 mdpl.
19.00
Tiba di pos pendakian Cemoro Sewu, mencari tempat penitipan sepeda motor dan langsung menjalankan kebutuhan rohani kami, shalat isya berjamaah di masjid dekat Cemoro Sewu.
19.30
Ditemani dengan dinginnya udara pegunungan dan barang bawaan seadanya (tanpa tenda, tanpa tas carier dan tanpa peralatan yang umunya harus dibawa) hanya bermodal semangat ala bonek dan film 5 cm, kami mulai tujuan kami dengan langkah yang ikhlas namun sungguh-sungguh. Gelak tawa teman-teman menjadi pengangat ditengah dinginnya udara malam untuk bisa mencapai pos 1.
20.15
Setelah sebelumnya harus beristirahat berkali-kali, Alhamdulillah kami tiba di pos 1. Kami putuskan istirahat 10 menit, melahap bekal yang kami bawa sambil mengisi tenaga untuk melanjutkan perjalanan. Setelah dirasa cukup kami lanjutkan perjalanan menuju pos 2.
21.30
Perjalanan yang cukup panjang dan medan yang sudah semakin terjal, namun sekali lagi Alhamdulillah kami masih bisa mencapai pos 2. Istirahat kembali sekitar 10 menit sambil kami isi tenaga. Semakin tinggi medan yang kami daki, semakin dingin pula udara yang kami rasakan, tetapi kami masih bisa menahannya. Kami lanjutkan perjalanan mimpi ini.
22.20
Udara semakin dingin, tenaga pun sudah mulai terkuras. Namun sekali lagi dengan bantuan Allah dan usaha yang tanpa kenal lelah, kami bisa mencapai pos 3. Disana kami bertemu pendaki lain yang sedang sedang nge-Camp. Kami berbincang-bincang sebentar dan ternyata pendaki tersebut sudah balik dari puncak siang tadi. Kami baru menyadari bahwa selama perjalanan sampai pos 3 kami belum menemui pendaki lain yang berangkat pada malam ini. Meskipun begitu, tidak menciutkan nyali kami berempat. Kami lanjutkan perjalanan menuju pos 4.
23.45
Sempat diselingi beberapa kali kram kaki yang dialami Daru dan Aldi. Berkat bantuan Allah dan semangat muda yang masih kami miliki, pos 4 bisa kami taklukan. Istirahat kembali sebentar. Udara dingin sudah semakin kami rasakan sampai menusuk tulang. Udara dingin yang belum pernah kami rasakan. Udara dingin yang membuat saya berpikir ulang. Tetapi melihat semangat dari teman-teman lain yang membuat hati ini menjadi kuat kembali. Daru dengan semangat takbirnya, Bagas dengan semangat telur godok dan “kepulan asap” yang keluat dari mulutnya serta deadline kerja besok siang, Aldi dengan semangat ala Bung Tomo serta aku dengan semangat pengalamanku yang pernah mendaki 3 gunung di Jawa membuat semangat kami kembali membara. Semangat seorang pemuda yang terkenal nekadnya. Target kami pos 5. Pos terakhir untuk bisa mencapai target. Beberapa langkah lagi kami bisa mencapai target. Mimpi yang indah. Pikirku.
Kamis, 27 Juni 2013
00.45
Udara dingin semakin memuncak membuat tubuh kami bergetar semua, tapi secercah harapan datang ketika kami melihat tulisan ”POS 5”. Kami sampai di pos 5, pos terakhir untuk mencapai puncak. Kami lanjutkan perjalanan menuju tempat peristirahatan sebelum mencapai puncak. Tempat peristirahatan tersebut terdapat warung makan mbok yem, mata air, toilet dan makam kyai lawu. Kami berharap bisa meminum minuman hangat di warung tersebut sehingga bisa sedikit menghangatkan tubuh kami yang semakin menggigil.
01.30
Kami sampai di pos peristirahatan dan kami dapati ternyata warung mbok yem tutup. Masalah besar buat kami. Tanpa perbekalan yang memadai serta salah perhitungan mengenai jam berangkat menuju puncak yang rencana kami sampai di tempat ini pukul 04.00, membuat kami tidak bisa berbuat apa-apa di tengah dinginnya angin malam pegunungan. Dingin yang membuat tulang kami tidak bisa diajak berkompromi lagi untuk bergerak. Tapi sekali lagi bantuan Allah datang, ternyata di pos itu kami dapati pendaki lain yang sedang membuat api unggun. Karena mungkin merasa iba dengan keadaan kami, pendaki tersebut mengajak kami untuk bergabung. Tetapi api unggun tersebut hanya menjadi penghangat 10% tubuh kami yang masih saja menggigil hebat membuat kami merasa seperti diantara hidup dan mati seperti merasakan “Sakaratul Maut”. Dingin yang tidak tertahankan. Dingin yang membuat kami tidak bisa berfikir lagi. Tubuhku terasa ingin kembali kerumah merasakan hangatnya selimut tebal yang biasanya menemani malamku. Aku mulai merasa mual, Daru pun malah harus tidur didepan api unggun karena kantuk yang tidak tertahankan sampai-sampai sepatunya sedikit terbakar, Bagas merasa menggigil hebat apalagi Aldi yang biasanya menikmati panasanya kota Surabaya kali ini harus merasakan dinginnya udara malam pegunungan setinggi 3100 mdpl. Namun kami masih bertahan, meskipun jiwa kami sulit digerakkan tetapi dalam hati kami masih membara semangat mencapai tujuan kami diawal tadi. Kami kencangkan ikat pinggang. Kami keluarkan semua perbekalan yang mungkin bisa menjadi penghangat tubuh kami. Kami besarkan api unggun dengan siraman minyak tanah yang tersisa. Dengan sisa tenaga yang kami punya. Atas nama harapan yang kami emban. Kami saling menyemangati satu sama lain sehingga bisa bertahan disini, ditengah dinginnya udara pegunungan yang mencekam sampai 3,5 jam lamanya.
04.35
Kami tunaikan kewajiban shalat subuh berjamaah. Semuanya bertayamum dan tidak ada yang berani berwudhu. Kami cari tempat yang suci untuk menunaikan shalat, dan kami putuskan shalat didepan kuburan Kyai Lawu karena tempat itu merupakan tempat yang paling bersih dibandingkan tempat-tempat yang lain. Kuburan tersebut sudah dibuat seperti rumah berlantai. Di topang dengan 4 pondasi kayu. Kami injakan kaki di lantai dan makyus hawa dingin merasuk ke seluruh syaraf kami. Kami gunakan sarung sebagai sajadah. Bagas sebagai imamnya membaca surat An-Nas dan Al-Ikhlas sambil terbata-bata menahan gigilan tubuhnya yang sulit di kontrol. Shalat di depan kuburan dengan ketinggian 3100 sebuah pengalaman yang beharga.
04.45
Kami tegakkan badan. Kami kuatkan hati. Kami luruskan seluruh jasmani dan rohani kami hanya untuk satu, mencapai puncak Lawu, Hargo Dumilah. Kami kemasi perbekalan. Kami mulai lagi langkah ikhlas dan sungguh-sungguh yang kami bawa dari Cemoro Sewu tadi. Meskipun rasa mual yang tidak tertahankan lagi, rasa gigilan tubuh saling bersahutan satu sama lain tidak kami hiraukan. Tujuan kami akan tercapai sedikit lagi. Akan sia-sia jika kami menyerah karena tujuan kami sudah berada 5 cm dari mata kami dan termotivasi oleh semangat Negeri 5 Menara yang ku bawa ”Man Jadda Wajada” Barang siapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan berhasil. Bismillah kami mulai kembali perjalanan kami menuju titik akhir. Bagas membawakan tas ranselku, yang sudah sempoyongan menahan rasa mual yang sulit ditahan.
05.15
Kami lihat tugu menjulang tinggi ALHAMDULILLAH, SUBHANALLAH !!!!!! Kami tiba di titik akhir, titik terakhir tujuan kami, PUNCAK LAWU. Matahari terbit memancarkan sinarnya mewarnai langit. Awan-awan yang mengelilingi langit menambah keindahan alam ini. Pemandangan perkotaan, deretan pegunungan, danau dan semuanya bisa kami lihat dari sini. Ciptaan Allah yang sangat Indah. Sungguh indah negeri ini. Aku cinta negeri ini dengan setulus hati. Subhanallah, Allah Maha Besar. Semua rasa lelah, gigilan tubuh, kaki pegal-pegal terbayar sudah. Sebuah keindahan alam yang belum kami pernah lihat secara langsung sebelumnya. Sebuah pengalaman paling indah diantara pengalaman-pengalaman sebelumnya yang pernah kulalui. Kami langsung berfoto-foto sambil menikmati sunrise yang mulai menghangatkan tubuh kami. Rasa mual yang kurasakan tidak tertahankan lagi, langsung aku muntahkan tepat di puncak Lawu. Muntah di puncak Lawu sensasi yang luar biasa. Kami bertemu pendaki lain yang baru datang dan saling meminta bantuan untuk memfoto kami berempat. Terimakasih Teman, Pengalaman yang luar biasa. Ayo kita taklukan puncak-puncak yang lain.
07.00
Setelah dirasa puas kami langsung melangkah pulang karena Bagas sudah dikejar deadline kerja jam 12 siang. Badan kami sudah merasa enakan, sudah merasa hangat dan kami siap melangkah pulang dengan berlari. Kami tidak berhenti-henti kagum melihat keindahan alam ciptaan Allah ini. Keindahan alam yang harus kita jaga.
10.30
Sampai di pos pendakian Cemoro Sewu, rasanya lega. Istirahat sebentar kemudian langsung kami geber motor kami menuruni jalanan karangnyar.
11.15
Beli makan di timur bangjo Bejen sambil berleyeh-leyeh dan melihat hasil jepretan kami tadi.
11.45
Alhamdulillah sampai dirumah masing-masing dengan selamat. Mandi, sholat dan langsung tidur kecuali Bagas yang harus kerja, hehe.
Taruhlah Tujuanmu tidak hanya 5 cm didepan matamu tapi 0 cm di depan matamu sehingga kamu bisa menyentuhnya/merasakannya. Man Jadda wajada, Mantra tersebut kembali terbukti menjadi penyemangat bagiku menghadapi setiap rintangan yang ada. Terimakasih kawan atas mimpi yang Indah. Selamat istirahat, Selamat merasakan njarem disekujur tubuh. Sampai Jumpa. Wassalamualaikum wr.wb. Ini ceritaku mana ceritamu.
~ Ghoffar Albab Maarif~
Memang tidak semua orang menyukai mendaki tapi berawal dari sebuah keinginan untuk bisa menaklukan sesuatu yang dianggap kebanyakan orang sulit untuk ditaklukan. Kami berempat, Aku (Ghoffar), Bagas (teman SMP), Aldi (teman kuliahku asal Surabaya) dan Daru (teman SMP) mencoba mengubah paradigma tersebut. Tujuan kami adalah menaklukan Gunung Lawu dan menikmati indahnya sunrise di puncak (tanpa Nge-Camp) setinggi 3245 mdpl. Meskipun tidak menggunakan peralatan yang lengkap seperti pendaki-pendaki lain tapi hanya dengan modal nekat dan doa yang selalu terlantun sudah cukup menjadi penguat hati kami.Berikut cerita perjalanan kami :
Rabu, 26 Juni 2013
18.00
Berangkat dari Rumahku menggunakan dua sepeda motor matic, membelah dinginnya jalanan Karanganyar dengan kecepatan sekitar 70-80 km/jam menuju pos pendakian Cemoro Sewu di ketinggian sekitar 1700 mdpl.
19.00
Tiba di pos pendakian Cemoro Sewu, mencari tempat penitipan sepeda motor dan langsung menjalankan kebutuhan rohani kami, shalat isya berjamaah di masjid dekat Cemoro Sewu.
19.30
Ditemani dengan dinginnya udara pegunungan dan barang bawaan seadanya (tanpa tenda, tanpa tas carier dan tanpa peralatan yang umunya harus dibawa) hanya bermodal semangat ala bonek dan film 5 cm, kami mulai tujuan kami dengan langkah yang ikhlas namun sungguh-sungguh. Gelak tawa teman-teman menjadi pengangat ditengah dinginnya udara malam untuk bisa mencapai pos 1.
20.15
Setelah sebelumnya harus beristirahat berkali-kali, Alhamdulillah kami tiba di pos 1. Kami putuskan istirahat 10 menit, melahap bekal yang kami bawa sambil mengisi tenaga untuk melanjutkan perjalanan. Setelah dirasa cukup kami lanjutkan perjalanan menuju pos 2.
21.30
Perjalanan yang cukup panjang dan medan yang sudah semakin terjal, namun sekali lagi Alhamdulillah kami masih bisa mencapai pos 2. Istirahat kembali sekitar 10 menit sambil kami isi tenaga. Semakin tinggi medan yang kami daki, semakin dingin pula udara yang kami rasakan, tetapi kami masih bisa menahannya. Kami lanjutkan perjalanan mimpi ini.
22.20
Udara semakin dingin, tenaga pun sudah mulai terkuras. Namun sekali lagi dengan bantuan Allah dan usaha yang tanpa kenal lelah, kami bisa mencapai pos 3. Disana kami bertemu pendaki lain yang sedang sedang nge-Camp. Kami berbincang-bincang sebentar dan ternyata pendaki tersebut sudah balik dari puncak siang tadi. Kami baru menyadari bahwa selama perjalanan sampai pos 3 kami belum menemui pendaki lain yang berangkat pada malam ini. Meskipun begitu, tidak menciutkan nyali kami berempat. Kami lanjutkan perjalanan menuju pos 4.
23.45
Sempat diselingi beberapa kali kram kaki yang dialami Daru dan Aldi. Berkat bantuan Allah dan semangat muda yang masih kami miliki, pos 4 bisa kami taklukan. Istirahat kembali sebentar. Udara dingin sudah semakin kami rasakan sampai menusuk tulang. Udara dingin yang belum pernah kami rasakan. Udara dingin yang membuat saya berpikir ulang. Tetapi melihat semangat dari teman-teman lain yang membuat hati ini menjadi kuat kembali. Daru dengan semangat takbirnya, Bagas dengan semangat telur godok dan “kepulan asap” yang keluat dari mulutnya serta deadline kerja besok siang, Aldi dengan semangat ala Bung Tomo serta aku dengan semangat pengalamanku yang pernah mendaki 3 gunung di Jawa membuat semangat kami kembali membara. Semangat seorang pemuda yang terkenal nekadnya. Target kami pos 5. Pos terakhir untuk bisa mencapai target. Beberapa langkah lagi kami bisa mencapai target. Mimpi yang indah. Pikirku.
Kamis, 27 Juni 2013
00.45
Udara dingin semakin memuncak membuat tubuh kami bergetar semua, tapi secercah harapan datang ketika kami melihat tulisan ”POS 5”. Kami sampai di pos 5, pos terakhir untuk mencapai puncak. Kami lanjutkan perjalanan menuju tempat peristirahatan sebelum mencapai puncak. Tempat peristirahatan tersebut terdapat warung makan mbok yem, mata air, toilet dan makam kyai lawu. Kami berharap bisa meminum minuman hangat di warung tersebut sehingga bisa sedikit menghangatkan tubuh kami yang semakin menggigil.
01.30
Kami sampai di pos peristirahatan dan kami dapati ternyata warung mbok yem tutup. Masalah besar buat kami. Tanpa perbekalan yang memadai serta salah perhitungan mengenai jam berangkat menuju puncak yang rencana kami sampai di tempat ini pukul 04.00, membuat kami tidak bisa berbuat apa-apa di tengah dinginnya angin malam pegunungan. Dingin yang membuat tulang kami tidak bisa diajak berkompromi lagi untuk bergerak. Tapi sekali lagi bantuan Allah datang, ternyata di pos itu kami dapati pendaki lain yang sedang membuat api unggun. Karena mungkin merasa iba dengan keadaan kami, pendaki tersebut mengajak kami untuk bergabung. Tetapi api unggun tersebut hanya menjadi penghangat 10% tubuh kami yang masih saja menggigil hebat membuat kami merasa seperti diantara hidup dan mati seperti merasakan “Sakaratul Maut”. Dingin yang tidak tertahankan. Dingin yang membuat kami tidak bisa berfikir lagi. Tubuhku terasa ingin kembali kerumah merasakan hangatnya selimut tebal yang biasanya menemani malamku. Aku mulai merasa mual, Daru pun malah harus tidur didepan api unggun karena kantuk yang tidak tertahankan sampai-sampai sepatunya sedikit terbakar, Bagas merasa menggigil hebat apalagi Aldi yang biasanya menikmati panasanya kota Surabaya kali ini harus merasakan dinginnya udara malam pegunungan setinggi 3100 mdpl. Namun kami masih bertahan, meskipun jiwa kami sulit digerakkan tetapi dalam hati kami masih membara semangat mencapai tujuan kami diawal tadi. Kami kencangkan ikat pinggang. Kami keluarkan semua perbekalan yang mungkin bisa menjadi penghangat tubuh kami. Kami besarkan api unggun dengan siraman minyak tanah yang tersisa. Dengan sisa tenaga yang kami punya. Atas nama harapan yang kami emban. Kami saling menyemangati satu sama lain sehingga bisa bertahan disini, ditengah dinginnya udara pegunungan yang mencekam sampai 3,5 jam lamanya.
04.35
Kami tunaikan kewajiban shalat subuh berjamaah. Semuanya bertayamum dan tidak ada yang berani berwudhu. Kami cari tempat yang suci untuk menunaikan shalat, dan kami putuskan shalat didepan kuburan Kyai Lawu karena tempat itu merupakan tempat yang paling bersih dibandingkan tempat-tempat yang lain. Kuburan tersebut sudah dibuat seperti rumah berlantai. Di topang dengan 4 pondasi kayu. Kami injakan kaki di lantai dan makyus hawa dingin merasuk ke seluruh syaraf kami. Kami gunakan sarung sebagai sajadah. Bagas sebagai imamnya membaca surat An-Nas dan Al-Ikhlas sambil terbata-bata menahan gigilan tubuhnya yang sulit di kontrol. Shalat di depan kuburan dengan ketinggian 3100 sebuah pengalaman yang beharga.
04.45
Kami tegakkan badan. Kami kuatkan hati. Kami luruskan seluruh jasmani dan rohani kami hanya untuk satu, mencapai puncak Lawu, Hargo Dumilah. Kami kemasi perbekalan. Kami mulai lagi langkah ikhlas dan sungguh-sungguh yang kami bawa dari Cemoro Sewu tadi. Meskipun rasa mual yang tidak tertahankan lagi, rasa gigilan tubuh saling bersahutan satu sama lain tidak kami hiraukan. Tujuan kami akan tercapai sedikit lagi. Akan sia-sia jika kami menyerah karena tujuan kami sudah berada 5 cm dari mata kami dan termotivasi oleh semangat Negeri 5 Menara yang ku bawa ”Man Jadda Wajada” Barang siapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan berhasil. Bismillah kami mulai kembali perjalanan kami menuju titik akhir. Bagas membawakan tas ranselku, yang sudah sempoyongan menahan rasa mual yang sulit ditahan.
05.15
Kami lihat tugu menjulang tinggi ALHAMDULILLAH, SUBHANALLAH !!!!!! Kami tiba di titik akhir, titik terakhir tujuan kami, PUNCAK LAWU. Matahari terbit memancarkan sinarnya mewarnai langit. Awan-awan yang mengelilingi langit menambah keindahan alam ini. Pemandangan perkotaan, deretan pegunungan, danau dan semuanya bisa kami lihat dari sini. Ciptaan Allah yang sangat Indah. Sungguh indah negeri ini. Aku cinta negeri ini dengan setulus hati. Subhanallah, Allah Maha Besar. Semua rasa lelah, gigilan tubuh, kaki pegal-pegal terbayar sudah. Sebuah keindahan alam yang belum kami pernah lihat secara langsung sebelumnya. Sebuah pengalaman paling indah diantara pengalaman-pengalaman sebelumnya yang pernah kulalui. Kami langsung berfoto-foto sambil menikmati sunrise yang mulai menghangatkan tubuh kami. Rasa mual yang kurasakan tidak tertahankan lagi, langsung aku muntahkan tepat di puncak Lawu. Muntah di puncak Lawu sensasi yang luar biasa. Kami bertemu pendaki lain yang baru datang dan saling meminta bantuan untuk memfoto kami berempat. Terimakasih Teman, Pengalaman yang luar biasa. Ayo kita taklukan puncak-puncak yang lain.
07.00
Setelah dirasa puas kami langsung melangkah pulang karena Bagas sudah dikejar deadline kerja jam 12 siang. Badan kami sudah merasa enakan, sudah merasa hangat dan kami siap melangkah pulang dengan berlari. Kami tidak berhenti-henti kagum melihat keindahan alam ciptaan Allah ini. Keindahan alam yang harus kita jaga.
10.30
Sampai di pos pendakian Cemoro Sewu, rasanya lega. Istirahat sebentar kemudian langsung kami geber motor kami menuruni jalanan karangnyar.
11.15
Beli makan di timur bangjo Bejen sambil berleyeh-leyeh dan melihat hasil jepretan kami tadi.
11.45
Alhamdulillah sampai dirumah masing-masing dengan selamat. Mandi, sholat dan langsung tidur kecuali Bagas yang harus kerja, hehe.
Taruhlah Tujuanmu tidak hanya 5 cm didepan matamu tapi 0 cm di depan matamu sehingga kamu bisa menyentuhnya/merasakannya. Man Jadda wajada, Mantra tersebut kembali terbukti menjadi penyemangat bagiku menghadapi setiap rintangan yang ada. Terimakasih kawan atas mimpi yang Indah. Selamat istirahat, Selamat merasakan njarem disekujur tubuh. Sampai Jumpa. Wassalamualaikum wr.wb. Ini ceritaku mana ceritamu.
~ Ghoffar Albab Maarif~